PETISI TOLAK RUU ORMAS

PETISI BALI " TOLAK RANCANGAN UNDANG-UNDANG (RUU) ORMAS

RUU Organisasi Masyarakat (Ormas) yang tengah giat disosialisasikan di beberapa wilayah termasuk Bali pada awalnya memberikan angin segar bagi masyarakat. Umumnya masyarakat beranggapan bahwa RUU Ormas ini relevan untuk segera di berlakukan sebagai langkah solutif menekan gelombang radikalisme dari bebeberapa Ormas yang meresahkan itu. Masyarakat menduga kehadiran RUU Ormas menjadi wujud fungsi negara dalam merespon situasi tersebut.

Namun, ternyata RUU Ormas ini hadir tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan bersama. Hal ini berangkat dari kajian kami, menurut kami semangat yang terkandung dalam RUU Ormas ini menyiratkan watak Negara yang anti demokrasi, dominatif dan birokratik. Negara ingin mengatur seluruh kehidupan warga negara hingga ke ruang-ruang privatnya. Gejala ini mirip dengan pola pengekangan dan penguasaan ala Rezim Totaliter Orde Baru (1966-1998). Jika ini diberlakukan maka jelas bertentangan  dengan spirit luhur UUD RI 1945  “kebebasan berserikat, berkumpul, merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945”.

Setelah melakukan diskusi dan kajian bersama kami menemukan hal-hal sebagai berikut:

  1. Terminologi Ormas dalam RUU Ormas sangat luas dan tidak mengandung ketegasan. Hal ini menimbulkan berbagai penafsiran tentang klasifikasi ormas, termasuk tumpang tindih pengertian antara ormas, orsos, organisasi kepemudaan dan sebagainya, sehingga menimbulkan kerancuan.
  2. Semangat pembentukan RUU Ormas bertentangan dengan nilai-nilai filosofis, yuridis, dan sosiologis keberadaan organisasi ini sebagai sebuah wujud demokrasi dan penerapan praktik kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat. Dengan demikian adanya RUU Ormas justru bertentangan dengan spirit kebebasan berserikat dan berkumpul yang merupakan hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana diatur oleh UUD 1945
  3. RUU Ormas cenderung menjadi instrumen Negara untuk mengontrol seluruh kelompok yang lahir, tumbuh dan hidup di masyarakat.
  4. Terkait konteks lokal di Bali, jika RUU Ormas ini diterapkan, maka dapat dibayangkan bagaimana kerepotan masyarakat. Masyarakat Bali yang tersusun dengan budaya komunal, misalnya Desa Pakraman (Desa Adat), paguyuban, ‘soroh’ (klan) dan ‘sekaa-sekaa’ (organisasi lokal Bali), yang telah ada dan memegang peranan penting dalam konteks hidup masyarakat, telah memiliki aturan (awig-awig) sendiri. Selama ini telah berjalan dengan baik dan harmonis tanpa harus diikat dengan aturan normatif dengan segala proseduralnya yang birokratis. Desa pakraman dan ‘sekaa-sekaa’ ini secara serta merta akan termasuk sebagai ormas, apabila merujuk definisi Ormas dalam pasal 1 RUU Ormas yang ada saat ini.
  5. RUU Ormas yang disebut-sebut sebagai instrumen hukum guna menjawab permasalahan atas segala tindakan kekerasan dan melanggar hukum yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu. RUU Ormas lebih menunjukkan kegagalan negara dalam mewujudkan ketertiban umum  dan menjamin hak hidup warga dengan tidak maksimalnya penegakan hukum melalui pengaturan-pengaturan hukum yang telah ada.
  6. Permasalahan tindak kekerasan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh sejumlah organisasi bukanlah semata terjawab dengan penambahan instrument hukum berupa RUU Ormas, melainkan semata-mata masalah lemahnya penegakan hukum di Indonesia.

Dengan demikian kami menyatakan MENOLAK RUU ORMAS ini, karena sedari awal telah berangkat dari semangat yang bertentangan dengan kebebasan berserikat dan berkumpul yang telah dijamin dalam konstitusi.

Denpasar, 6 Maret 2012

Aliansi Kebebasan Berserikat Berkumpul Bali