Save Muarajambi

 

(English translation at below)

Selamatkan Kawasan Percandian Muarajambi dari Ancaman Industri



Kepada Yth.

Presiden Republik Indonesia

Gubernur Provinsi Jambi

Bupati Kabupaten Muarojambi

 

Kawasan kuno Muarajambi kini terancam rusak oleh sejumlah industri batubara dan sawit. Kawasan percandian ini terletak di Desa Muarajambi, Desa Dusun Baru, Desa Danau Lamo, Kemingking Luar, Kemingkin Dalam, Kecamatan Maro Sebo, dan Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, 40 kilometer dari ibu kota Provinsi Jambi. Terbentang sepanjang 7,5 kilometer di tepi sungai Batanghari, inilah kawasan percandian terluas (2.612 hektare) di Indonesia, peninggalan masa Kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya abad 7-14 M.

Selain berisi cagar budaya, Muarajambi juga merupakan habitat alam yang bernilai penting. Di dalamnya terkandung beragam jenis tanaman dan binatang langka Sumatera, yang menggambarkan sistem mata rantai kehidupan hutan tropis. Posisi Jambi di masa itu pun sangat penting, terutama kawasan Muarajambi sebagai lokasi permukiman kuno terbesar dan terpadat di seluruh pulau Sumatera

Kawasan ini merupakan salah satu peninggalan sejarah dan kebudayaan yang penting di Nusantara. Dari aspek keagamaan, Muarajambi pernah menjadi salah satu penyebaran ajaran Buddha di Asia bersama Jawa, Tibet, Thailand, dan Kamboja. Bahkan dipercaya, lokasi ini pernah berperan sebagai pusat pendidikan agama Buddha setelah Nalanda di India. Dunia mengakui bahwa nilai-nilai dan pemikiran Budhisme yang disusun oleh Dharmakirti, sebagai pendeta besar dari Sumatera yang sangat dikagumi, menjadi pembaharu Budhisme di Tibet yang dikenal sebagai ajaran Sherling Pa (ajaran orang Suwarnadwipa/ Sumatera/ Jambi).

Dari sisi kepurbakalaan, habitasi selama hampir 700 tahun kawasan ini membuktikan pula bahwa Muarajambi pada masa itu menjadi kekuatan politik yang kuat di Asia Tenggara, selain peran ekonominya di kawasan ini dalam konteks dunia sebagai salah satu bandar persinggahan dalam jalur maritime silk road. Bangsa-bangsa dari Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur pernah tinggal dan melakukan hubungan perdagangan maupun diplomatik di sini. Oleh karena itu, hancurnya kawasan ini akan menghapus ingatan dunia atas peran penting Jambi dalam peta sejarah peradaban manusia.

Persoalannya, ancaman itu kian nyata. Kawasan ini kini dikepung oleh berbagai aktivitas industri yang mengancam kelestariannya. Pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO), terminal penimbunan batubara (stockpile) dan industri hulu lainnya dibangun di zona inti kawasan Muarajambi, seiring dengan percepatan pembangunan setelah diberlakukannya UU Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004.

Hal ini jelas bertentangan dengan upaya menjadikan Muarajambi sebagai kawasan wisata sejarah terpadu yang telah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 22 September 2011. Kondisi ini pun berpotensi besar mengganjal upaya Muarajambi mendapatkan pengakuan dari Unesco sebagai world heritage, yang kini sudah masuk dalam tentative list badan PBB itu.

Demi penyelamatan kawasan  bersejarah dan bernilai tinggi ini, kami warga negara Indonesia menuntut kepada pemerintah pusat dan daerah Jambi untuk segera melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Mengukuhkan kawasan percandian Muarajambi sebagai Kawasan Cagar Budaya nasional yang dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010.
  2. Menetapkan kawasan budaya ini sama sebagai Kawasan Stratejik Nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
  3. Menerbitkan payung hukum bagi pelestarian kawasan percandian Muarajambi sebagai kawasan wisata sejarah terpadu, seperti yang telah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 22 September 2011.
  4. Mendesak perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan percandian Muarajambi, untuk segera menghentikan semua aktivitasnya yang mengancam kelestarian situs dan merehabilitasi semua kerusakan yang telah
    terjadi.
  5. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bersama-sama melakukan langkah-langkah nyata menyelamatkan dan mengembangkan kawasan percandian Muarajambi, termasuk mengupayakan dengan maksimal diperolehnya pengakuan situs ini sebagai Warisan Dunia (World Cultural Heritage) dari Unesco.

Demikian petisi ini ditulis, ditandatangani, dan disampaikan oleh Warga Negara Indonesia dengan tuntutan agar Presiden Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi Jambi, dan Pemerintah Kabupaten Muarojambi, dan khalayak umum mengambil langkah yang konkret untuk menindaklanjutinya.


Jakarta, 9 Februari 2012

Yang bertandatangan di bawah ini:

  1. Prof. Dr. Mundardjito (arkeolog)
  2. Goenawan Mohamad (budayawan)
  3. Edy Putra Irawady (Badan Musyawarah Keluarga Jambi)
  4. Trie Utami (artis)
  5. Ayu Utami (novelis)
  6. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia
  7. Nirwan Dewanto (budayawan)
  8. Bambang Budi Utomo (arkeolog)
  9. Lin Che Wei (analis)
  10. Aswan Zahari (Ketua umum Dewan Kesenian Jambi)
  11. Naswan Iskandar (Ketua harian Dewan Kesenian Jambi)
  12. MH Abid (Direktur Swarnadvipa Institute, Jambi)
  13. Ratna Dewi (SELOKO, jurnal budaya Jambi)
  14. H. Sulaiman Hasan (lembaga adat Melayu Jambi)
  15. Dr. Maizar Karim (Pusat Studi Adat dan Melayu Jambi)
  16. Ja'far Rassuh (perupa jambi)
  17. Fahruddin Saudagar (penggiat sejarah Jambi)
  18. J. Lexie (LSM Bianglala, Jambi)
  19. Yopi Muthalib (DPRD Jambi)
  20. Marco Kusumawijaya (PPMJ, arsitek)
  21. Metta Dharmasaputra (PPMJ, jurnalis)
  22. Eni Mulia (PPMJ, aktivis media)
  23. Kurie Suditomo (PPMJ, penulis)
  24. Feri Latief (PPMJ, fotografer)
  25. Asikin Hasan (PPMJ, kurator Salihara)
  26. Supriyatno Yayat (PPMJ, videografer)
  27. Ahmad Moetaba (PPMJ, videografer)
  28. Nedi Yoernaldi (PPMJ)
  29. Adi Prasetijo (ICSD)
  30. Enrico Soekarno (pelukis, Yayasan Atap Dunia)
  31. Sulung Landung (Artist Management)
  32. Heru Hendratmoko (jurnalis)
  33. Angela Sadarnoer (ibu rumah tangga)
  34. Wandy Binyo Toturoong (aktivis antikorupsi)
  35. Andy Budiman (jurnalis)
  36. David Ardhian (Yayasan Nastari)
  37. Bambang Rudito (School Business Management ITB)
  38. Ignatius Haryanto (Executive Director LSPP)
  39. Adi Nugroho (BP Migas)
  40. Abdul Rahman (ICSD)
  41. Rizky Ali Akbar (ICSD)
  42. Ratri Primaswara (ICSD)
  43. Deva Rachman (aktivis budaya)
  44. Alex Junaidi (jurnalis, Ketua SEJUK)
  45. Ursula Suci Mayang (the Indonesia Institute)
  46. Lusiana Indriasari (wartawan Kompas)
  47. Dwi Setyo Irawanto (penulis)

 

 

Save Muarajambi ancient temple site from industrial threats

Dear,

President of the Republic of Indonesia

Governor of Jambi Province

Regent Muarojambi

 

Muarajambi ancient region is threatened to be by a number of  coal and oil industries. The area is located in the Village of  Muarajambi, DUsun Baru Village, the Village of Lake Lamo, Kemingking State, Kemingkin In Sub-Maro Sebo, and Rajo Park District, Jambi Muaro District, 40 kilometers from the capital city of Jambi Province. Extends along 7.5 kilometers in Batang Hari river, this is the largest enshrinement (2612 acres) in Indonesia, relics of the ancient Malay kingdom of Srivijaya from 7-14 century AD

Muarajambi also a natural habitat of significant value. It contains a variety of rare plants and animals of Sumatra, which describes the ecology of tropical forest.The position of Jambi in centuries ago was very important, the ancient Muarajambi was the location of the largest and most populous settlement in the island of Sumatra.

This area is one of the important historical and cultural sites in the archipelago. From the religious aspect, Muarajambi once was one of centre of Buddhism in Asia along with Java, Tibet, Thailand, and Cambodia. Even believed, this location once served as an educational center of Buddhism ranked after Nalanda in India. The world recognize that the values and ideas of Buddhism compiled by Dharmakirti, a Buddhist priest of Sumatra which was much admired, a reformer of Buddhism in Tibet, known to taught "Pa Sherling" doctrine ("Pa Sherling" means the teaching of the man from Suwarnadwipa / Sumatra / Jambi).

In terms of archeology, for nearly 700 years of this region habitation, shows also that Muarajambi at that time became a powerful political force in Southeast Asia, in addition to its economic role in the region in the context of the world as one of the stopover ports in the silk road path. The nations of the Middle East, South Asia, Southeast Asia, and East Asia have lived, traded and engaged in diplomatic relations here.Therefore, the destruction of this area will erase the memory of the world on an important role of Jambi's in the map of history of human civilization.

The problem is, the threat became apparent. This area is now surrounded by a variety of industrial activities that threaten its sustainability. Processing plant palm oil (CPO), the accumulation of coal terminal (stockpile) and upstream industries were built in the core zone Muarajambi region, along with the accelerated development after the enactment of the Regional Autonomy Law No. 32 of 2004.

This is clearly contrary to the efforts made Muarajambi as an integrated tourist area of history that has been endorsed by President Susilo Bambang Yudhoyono on 22 September 2011. This condition is also potentially impacted Muarajambi efforts negatively  to get recognition from Unesco as world heritage, which is now included in the tentative list of the UN agency.

For the sake of saving the historic and high-value, we demand that the citizens of Indonesia and local governments Jambi for immediate steps as follows:

  1. Confirmed the Muarajambi enshrinement as a national heritage area that is protected by the Heritage Act No. 11 of 2010.
  2. Assign the area as a National Strategic Areas under Act No. 26 of 2007 on Spatial Planning.
  3. Publish a legal umbrella for the preservation of the enshrinement Muarajambi as an integrated tourism area history, as it has been endorsed by President Susilo Bambang Yudhoyono on 22 September 2011.
  4. Urged companies operating in the enshrinement Muarajambi, to immediately stop all activities that threaten the sustainability of the site and rehabilitate all the damage that has been occur.
  5. Central Government, Local Government and the community together to do real steps to save and develop the enshrinement Muarajambi, including efforts to obtain maximal recognition as a World Heritage site (World Cultural Heritage) of Unesco.

Hereby, this petition was written, signed, and delivered by world citizens with the demand that the President of the Republic of Indonesia, Jambi Provincial Government and District Government Muarojambi, and the general public to take concrete steps to follow.

Jakarta, February 9, 2012

 

The undersigned:

  1. Prof. Dr. Mundardjito (senior archaeologist)
  2. Goenawan Mohamad (poet, writer)
  3. Edy Putra Irawady (Badan Musyawarah Keluarga Jambi)
  4. Trie Utami (singer)
  5. Ayu Utami (writer)
  6. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (Association of Archaeologist of Indonesia)
  7. Nirwan Dewanto (poet, writer)
  8. Bambang Budi Utomo (archaeologist)
  9. Lin Che Wei (analyst)
  10. Aswan Zahari (Main Chief of Jambi Art Council)
  11. Naswan Iskandar (Daily Chief of Jambi Art Council)
  12. MH Abid (Direktur Swarnadvipa Institute, Jambi)
  13. Ratna Dewi (SELOKO, cultural journal of Jambi)
  14. H. Sulaiman Hasan (Melayu Jambi Adat Entity)
  15. Dr. Maizar Karim (Pusat Studi Adat dan Melayu Jambi)
  16. Ja'far Rassuh (sculptor from jambi)
  17. Fahruddin Saudagar (Jambi Historical Enthusiast)
  18. J. Lexie ( Bianglala NGO, Jambi)
  19. Yopi Muthalib (DPRD Jambi)
  20. Marco Kusumawijaya (PPMJ, architect)
  21. Metta Dharmasaputra (PPMJ, journalist)
  22. Eni Mulia (PPMJ, media activist)
  23. Kurie Suditomo (PPMJ, writer)
  24. Feri Latief (PPMJ, photographer)
  25. Asikin Hasan (PPMJ, curator of Salihara)
  26. Supriyatno Yayat (PPMJ, videographer)
  27. Ahmad Moetaba (PPMJ, videographer)
  28. Nedi Yoernaldi (PPMJ)
  29. Adi Prasetijo (ICSD)
  30. Enrico Soekarno (painter, Yayasan Atap Dunia/ Roof of the World Foundation)
  31. Sulung Landung (Artist Management)
  32. Heru Hendratmoko (journalist)
  33. Angela Sadarnoer (housewife)
  34. Wandy Binyo Toturoong (anti coruption activist)
  35. Andy Budiman (journalist)
  36. David Ardhian (Nastari Foundation)
  37. Bambang Rudito (School Business Management ITB)
  38. Ignatius Haryanto (Executive Director LSPP)
  39. Adi Nugroho (BP Migas)
  40. Abdul Rahman (ICSD)
  41. Rizky Ali Akbar (ICSD)
  42. Ratri Primaswara (ICSD)
  43. Deva Rachman (culture activist)
  44. Alex Junaidi (journalist, Chief of SEJUK)
  45. Ursula Suci Mayang (the Indonesia Institute)
  46. Lusiana Indriasari (Kompas journalist)
  47. Dwi Setyo Irawanto (writer)